Gerakan Mahasiswa dan Buruh Dalam Perspektif Gerakan Sosial Lama dan Baru - Orihara Yuzuru

09 July 2017

Gerakan Mahasiswa dan Buruh Dalam Perspektif Gerakan Sosial Lama dan Baru

Gerakan Mahasiswa dan Buruh Dalam Perspektif Gerakan Sosial Lama dan Baru

Oleh: Aiman Bahalwan*)

Demo mahasiswa UNUD menolak reklamasi Teluk Benoa (Sumber: tribunnews.com)

KETIKA berbicara tentang pergerakan, mahasiswa dan buruh merupakan aktor yang paling terlihat di masyarakat. Eksistensi mahasiswa dan buruh dalam sejarah pergerakan sepertinya tidak perlu di pertanyakan lagi. Sebagaimana yang terjadi ketika masa-masa transisi nahkoda bangsa dan negeri ini, mahasiswa merupakan garda terdepan dalam melakukan perubahan yang ada. Sejarah mencatat, pada tahun 1966 mahasiswa memotori gerakan yang sangat massif untuk menolak kebijakan Presiden Ir. Soekarno. Sang proklamator dianggap terlalu fokus terhadap permasalahan-permasalahan politik, sedangkan pada saat itu masyarakat sangat membutuhkan kesejahteraan dibidang ekonomi. Pelantikan kabinet dwikora yang dinilai banyak diisi oleh simpatisan PKI (Partai Komunis Indonesia) membuat mahasiswa semakin tersulut untuk segera melakukan gerakan penolakan. Hingga akhirnya mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) melakukan aksi tuntutan di gedung DPR. Buruh yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI) juga terlibat dalam melakukan aksi tuntutan. Selain tuntutan perombakan kabinet dwikora, ada dua hal lagi yang menjadi tuntutan masyarakat yaitu pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya, dan menurunkan harga sembako. Tuntutan ini dikenal dengan nama TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat). Gerakan massif yang dilakukan secara terus-menerus ini mengakibatkan situasi kacau hingga memaksa Ir. Soekarno lengser dari jabatannya sebagai presiden Indonesia.

Pergantian nahkoda pun diawali dengan ditunjuknya Soeharto sebagai Panglima untuk mengamankan dan menertibkan situasi yang kacau. Dengan bergantinya presiden Soeharto tidak membuat pergerakan mahasiswa dan buruh menjadi beku. Pada akhirnya nasib Soehartopun sama seperti Soekarno, lengser akibat gerakan massa dan situasi kacau yang tak terbendung. Tahun 1998, kondisi ekonomi dan politik yang buruk membuat mahasiswa dan buruh tidak nyaman dan menuntut Soeharto untuk turun dari jabatannya. Salah satu puncak dari gerakan massif adalah pada saat mahasiswa menduduki gedung DPR. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 18 Mei 1998 itu juga diwarnai dengan Aksi mahasiswa “menyandera” dan meminta Harmoko yang ketika itu menjabat sebagai ketua MPR untuk memberhentikan Soeharto dari jabatannya sebagai presiden. Karena situasi mendesak, Harmoko akhirnya berpidato yang intinya meminta kepada Soeharto untuk mengundurkan diri sebagai presiden Indonesia demi persatuan dan kesatuan bangsa. Tiga hari berselang, Soeharto pun menyatakan mundur sebagai presiden Indonesia.

Ada perbedaan dari gerakan-gerakan mahasiswa dan buruh dulu dan sekarang. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah kemajuan teknologi. Semakin canggihnya teknologi saat ini membuat gerakan mempunyai bentuk-bentuk baru dan lebih massif. Jika dahulu gerakan mahasiswa atau buruh hanya dilakukan dengan cara turun dan berkumpul di lapangan untuk menyuarakan tuntutannya, maka saat ini gerakan sosial tersebut juga bisa dilakukan melalui sosial media. Untuk mengetahui perbedaan antara gerakan sosial lama dengan gerakan sosial baru, ada 4 pokok yang dapat kita cermati. Adapun empat pokok tersebut yaitu konsep keadilan, karakteristik gerakan sosial, ideologi, dan pola jejaring/networking.

Ilustrasi demo mahasiswa dan buruh di Tegal
(Sumber: SuaraMerdeka.com)
Melalui konsep keadilan kita dapat membedakan gerakan sosial lama dan gerakan sosial baru. Jika gerakan sosial lama, konsep keadilannya adalah keadilan redistribusi. Keadilan redistribusi yang dimaksud disini adalah tuntutan yang diajukan oleh penuntut lebih banyak mengacu pada pemerataan atas sumber daya material. Hal ini kita dapat lihat ketika mahasiswa dan buruh yang ketika era Soekarno dan Soeharto lebih banyak menuntut mengenai pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Sedangkan gerakan sosial baru mempunyai konsep keadilan yang berbeda dengan gerakan sosial lama, yaitu keadilan rekognisi. Keadilan rekognisi mengacu pada tuntutan untuk mendapatkan pengakuan, politik identitas, dan eksistensinya dalam lingkungan masyarakat. Contoh gerakan sosial baru berdasarkan konsep keadilan rekognisi ini adalah gerakan pada Hari Pendidikan Nasional, Mei lalu dimana tuntutan yang disuarakan lebih banyak tentang pengakuan masyarakat papua sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang juga harus mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia, terutama dalam hal pendidikan. Hal ini terlihat dari banyaknya hastag #PapuaBicara yang bermunculan di sosial media twitter.

Perbedaan antara gerakan sosial lama dan gerakan sosial baru selanjutnya dapat kita lihat berdasarkan karakteristik sosial gerakan sosial tersebut. Gerakan sosial lama memiliki karakteristik gerakan sosial yang lebih terorganisir, mempunyai strategi, ada pembagian tugas, dan tujuan. Aksi mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI) merupakan contoh dari terorganisirnya gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa dan buruh dalam melakukan tuntutan pada era Soekarno. Nama TRITURA juga merupakan salah satu bukti strategi dalam gerakan sosial ini. Nama tersebut diciptakan agar tuntutan mereka mudah dipahami dan didengar oleh Soekarno. Sedangkan gerakan sosial baru memiliki karakteristik yang lebih menenkankan pada tujuan semata. Gerakan sosial baru tidak lagi mementingkan terorganisir atau tidaknya gerakan tersebut. Karena menurut gerakan sosial baru, yang ingin dicapai dari sebuah gerakan adalah tujuan gerakan itu sendiri. Contohnya ketika peringatan Hardiknas bulan Mei lalu, gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa tidak hanya berada pada satu wilayah, melainkan terjadi serentak di berbagai wilayah dengan konsep gerakan yang berbeda-beda. Gerakan mahasiswa ini juga tidak hanya dengan cara turun ke jalan, namun juga terjadi di sosial media. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, mahasiswa juga menyuarakan tuntutannya di sosial media, seperti twitter dan facebook. Tuntutan yang disampaikan setiap mahasiswa juga berbeda-beda, namun tetap pada satu tujuan yaitu untuk memperbaiki kondisi pendidikan di negeri ini. Satu tujuan besar ini dibuktikan dengan hastag #Hardiknas2017 dan #PeduliPendidikan yang sempat menjadi trending topik di hari itu. Hal senada juga terjadi pada peringatan hari buruh, dimana tuntutan yang disampaikan oleh buruh melalui sosial media juga beragam namun tetap pada satu tujuan yaitu untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan buruh Indonesia. Tujuan utama ini terlihat dari hastag #MayDayMelawan yang juga menjadi trending topik di hari itu. Berdasarkan contoh tersebut membuktikan bahwa terorganisir bukan hal yang penting dari gerakan sosial baru.

Ideologi menjadi pokok pembahasan yang ketiga dalam membedakan gerakan sosial lama dan gerakan sosial baru. Seperti yang kita ketahui bersama, gerakan sosial yang selama ini kita lihat selalu mementingkan ideologi yang dibawanya. Ideologi seolah sebagai simbol dari gerakan sosial tersebut. Namun hal seperti itu sepertinya tidak berlaku lagi dalam gerakan sosial baru. Pasalnya, gerakan sosial baru lebih fokus terhadap tema atau pokok pembahasan yang akan diperjuangkannya. Ideologi bukan lagi menjadi pegangan dalam gerakan sosial sebagaimana yang ada dalam gerakan sosial lama. Contoh yang dapat kita lihat dari gerakan sosial berdasarkan pokok pembahasan ini adalah gerakan environmental, perdamaian/anti peperangan, keadilan sosial, pembebasan hewan, dan sebagainya. Salah satu contoh gerakan yang pernah terjadi di Indonesia adalah gerakan “Menolak Lupa” terhadap Aktivis Mahasiswa yang hilang pada tahun 1998 seperti Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugrah yang keduanya merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga. Gerakan “Menolak Lupa” ini juga diperuntukkan untuk mengenang perjuangan Aktivis HAM seperti Munir dan Marsinah yang terpaksa harus “disingkarkan” oleh mafia hukum di negeri ini. Gerakan menolak lupa ini tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa ataupun buruh, namun juga dilakukan oleh seluruh masyarakat. Gerakan ini dilakukan tanpa melihat latar belakang tokoh atau topik yang dibahas, melainkan pada tujuan yang ingin diperjuangkan.

Gerakan sosial memang sedikit banyak telah mengalami perubahan. Pokok perbedaan yang dapat kita cermati selanjutnya adalah pola jejaring dalam gerakan sosial tersebut. Pola jejaring gerakan sosial lama lebih terbatas pada geografis atau politik. Gerakan sosial tersebut hanya terjadi di suatu wilayah saja. Contoh yang dapat kita lihat adalah aksi buruh pada tahun 1998 yang menuntut keadilan untuk pemerataan ekonomi. Gerakan tersebut hanya terfokus dan dilakukan oleh buruh di Indonesia. Sedangkan gerakan sosial baru tidak terbatas pada satu negara atau batasan politik saja. Bahkan, pokok permasalahan yang diangkat oleh gerakan sosial baru bisa terjadi di seluruh dunia. Contohnya adalah peringatan hari buruh bulan mei lalu, dimana melalui sosial media aksi ini disuarakan oleh masyarakat di seluruh dunia hingga terpampang hastag #InternationalMayDay2017 dan #InternationalWorkersDay2017 di twitter.
Jika ada pertanyaan apakah gerakan sosial baru mengalami penurunan atau peningkatan dari bentuk gerakan-gerakan sosial lama, maka penulis menjawab tidak keduanya. Karena menurut penulis, gerakan sosial dikatakan baik atau berhasil dilihat dari bagaimana tuntutan itu diperjuangkan dan dampak yang didapat setelah gerakan tersebut dilakukan.

Demikianlah tulisan saya mengenai perbedaan gerakan sosial lama dan gerakan sosial baru yang dapat kita cermati berdasarkan konsep keadilan, karakteristik, ideologi, dan pola jejaring gerakan sosial. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah ilmu penulis dan pembaca. Terima kasih.

Sumber:
Beritajatim.com

*) Penulis adalah seorang mahasiswa aktif yang kini mengambil studi S1 di Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga, Surabaya angkatan tahun 2015

Disclaimer: 
Artikel ini dimuat di website ini atas seizin penulis dengan mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Amerika Serikat dan Indonesia.
This article is posted on this website with permission from the author under applicable laws and regulations in the United States and Indonesia.

No comments:

Post a Comment